JAKARTA, KOMPAS.com —
Pemerintah menegaskan tak perlu dana aspirasi atau dana pembangunan daerah pemilihan senilai Rp 15 miliar per daerah pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat setiap tahun. Itu akan menyebabkan kerancuan hubungan DPR dengan pemerintah dan memperumit sistem penganggaran yang ada selama ini.
"Tak ada satu pun daerah yang tidak kebagian APBN. Jadi, dana aspirasi seperti itu sama sekali tidak perlu. Seluruh program ada pembagian anggarannya dan meliputi seluruh daerah," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (4/6/2010) kemarin.
Sebelumnya, sejumlah wakil rakyat mengusulkan adanya dana aspirasi atau dana fasilitasi pembangunan sebesar Rp 15 miliar bagi setiap anggota DPR per tahun untuk pembangunan daerah pemilihan (Kompas, 3-4/6/2010).
Secara terpisah, Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengingatkan, keterwakilan daerah tidak hanya oleh DPR, tetapi juga DPD dan DPRD, provinsi ataupun kabupaten/kota. Keterwakilan anggota DPR di setiap daerah pemilihan (dapil) didasarkan atas jumlah penduduknya.
Daerah dengan jumlah penduduk yang padat akan merepresentasikan jumlah anggota DPR yang lebih banyak dan anggarannya lebih besar. Jawa dan Bali dengan jumlah warga yang lebih banyak mendapatkan alokasi dana yang lebih besar daripada dapil lain. Jika dana aspirasi disetujui, kawasan Indonesia bagian barat akan memperoleh dana lebih besar dibandingkan dengan Indonesia bagian timur.
Selain itu, daerah dengan kapasitas fiskal yang kaya-raya akan mendapatkan dana aspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki kapasitas keuangan rendah. Atas dasar itu, usulan dana aspirasi tidak akan menyelesaikan masalah ketidakseimbangan fiskal antardaerah.
"Usulan itu juga menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan dana karena peruntukannya ditentukan anggota DPR dan bukan pemerintah daerah. Aspek kesetaraan dan keadilan tak akan terpenuhi karena daerah dengan kapasitas keuangan tinggi justru mendapatkan alokasi," katanya.
Agus Martowardojo menuturkan, pemberian dana aspirasi juga berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, berpotensi melanggar prinsip pembagian tugas dan wewenang antara lembaga eksekutif dan legislatif. Selain itu, juga berpotensi kurang sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
"Dana aspirasi juga berpotensi menimbulkan komplikasi pengalokasian dana dan akan menimbulkan masalah administrasi di masing-masing APBD, kerumitan pada perencanaan dan implementasi, serta bermasalah dalam pertanggungjawabannya," papar Menkeu lagi.
Setgab terbelah
Usulan dana aspirasi, atau juga disebut dana lokasi dapil, itu dibahas dalam rapat Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai Pendukung Pemerintahan. Tidak semua partai politik sepakat.
Diperoleh keterangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan nilai dana alokasi dapil itu cukup Rp 10 miliar per anggota DPR. Partai Golkar tetap mengusulkan Rp 15 miliar.
Sebaliknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) berpandangan berbeda. Pada prinsipnya, kedua partai itu tidak setuju dengan penerapan dana alokasi dapil. "Pemerintah sudah punya rencana pembangunan. Biarlah pemerintah yang melaksanakannya," kata Ketua Fraksi PAN DPR Asman Abnur.
Sekjen PKS Anis Matta berpendapat, dana alokasi dapil justru akan merusak rencana pembangunan nasional. Ketimpangan akan makin tajam karena sebagian besar dana akan terkonsentrasi di Jawa sebab mayoritas anggota DPR berasal dari Jawa.
Ketua Fraksi PPP DPR Hasrul Azwar, Jumat, menuturkan, usul adanya dana aspirasi itu diadopsi dari sejumlah negara demokratis, seperti Amerika Serikat, Filipina, Afrika Selatan, Swedia, Norwegia, dan Denmark. Dana semacam itu disebut pork barrel atau uang propaganda pemilihan. (dwa/oin/nta/rwn/nwo/sie/why)
http://nasional.kompas.com/read/2010/06/05/08220842/Pemerintah.Dana.Aspirasi.Tak.Perlu
post : (Alim M Wiltom)
Sebelumnya, sejumlah wakil rakyat mengusulkan adanya dana aspirasi atau dana fasilitasi pembangunan sebesar Rp 15 miliar bagi setiap anggota DPR per tahun untuk pembangunan daerah pemilihan (Kompas, 3-4/6/2010).
Secara terpisah, Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengingatkan, keterwakilan daerah tidak hanya oleh DPR, tetapi juga DPD dan DPRD, provinsi ataupun kabupaten/kota. Keterwakilan anggota DPR di setiap daerah pemilihan (dapil) didasarkan atas jumlah penduduknya.
Daerah dengan jumlah penduduk yang padat akan merepresentasikan jumlah anggota DPR yang lebih banyak dan anggarannya lebih besar. Jawa dan Bali dengan jumlah warga yang lebih banyak mendapatkan alokasi dana yang lebih besar daripada dapil lain. Jika dana aspirasi disetujui, kawasan Indonesia bagian barat akan memperoleh dana lebih besar dibandingkan dengan Indonesia bagian timur.
Selain itu, daerah dengan kapasitas fiskal yang kaya-raya akan mendapatkan dana aspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang memiliki kapasitas keuangan rendah. Atas dasar itu, usulan dana aspirasi tidak akan menyelesaikan masalah ketidakseimbangan fiskal antardaerah.
"Usulan itu juga menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan dana karena peruntukannya ditentukan anggota DPR dan bukan pemerintah daerah. Aspek kesetaraan dan keadilan tak akan terpenuhi karena daerah dengan kapasitas keuangan tinggi justru mendapatkan alokasi," katanya.
Agus Martowardojo menuturkan, pemberian dana aspirasi juga berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, berpotensi melanggar prinsip pembagian tugas dan wewenang antara lembaga eksekutif dan legislatif. Selain itu, juga berpotensi kurang sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
"Dana aspirasi juga berpotensi menimbulkan komplikasi pengalokasian dana dan akan menimbulkan masalah administrasi di masing-masing APBD, kerumitan pada perencanaan dan implementasi, serta bermasalah dalam pertanggungjawabannya," papar Menkeu lagi.
Usulan dana aspirasi, atau juga disebut dana lokasi dapil, itu dibahas dalam rapat Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai Pendukung Pemerintahan. Tidak semua partai politik sepakat.
Diperoleh keterangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan nilai dana alokasi dapil itu cukup Rp 10 miliar per anggota DPR. Partai Golkar tetap mengusulkan Rp 15 miliar.
Sebaliknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) berpandangan berbeda. Pada prinsipnya, kedua partai itu tidak setuju dengan penerapan dana alokasi dapil. "Pemerintah sudah punya rencana pembangunan. Biarlah pemerintah yang melaksanakannya," kata Ketua Fraksi PAN DPR Asman Abnur.
Sekjen PKS Anis Matta berpendapat, dana alokasi dapil justru akan merusak rencana pembangunan nasional. Ketimpangan akan makin tajam karena sebagian besar dana akan terkonsentrasi di Jawa sebab mayoritas anggota DPR berasal dari Jawa.
Ketua Fraksi PPP DPR Hasrul Azwar, Jumat, menuturkan, usul adanya dana aspirasi itu diadopsi dari sejumlah negara demokratis, seperti Amerika Serikat, Filipina, Afrika Selatan, Swedia, Norwegia, dan Denmark. Dana semacam itu disebut pork barrel atau uang propaganda pemilihan. (dwa/oin/nta/rwn/nwo/sie/why)
http://nasional.kompas.com/read/2010/06/05/08220842/Pemerintah.Dana.Aspirasi.Tak.Perlu
post : (Alim M Wiltom)
Story by DPM IAIN RF Palembang
Tags: aktual , Informasi Umum Aktual